Pages

Thursday, November 21, 2013

Bertolaklah Ke Tempat Yang Lebih Dalam

Pada tanggal 13-14 juli 2013 lalu ,Meditator Meditasi Kristiani (MK) St Monika berangkat untuk Rekoleksi di villa Immanuel ,Cibodas – Cipanas , jumlah yang mengikuti rekoleksi 34 orang adalah gabungan dari empat kelompok MK yaitu : kelompok hari selasa pagi, kelompok jumat pagi,kelompok jumat malam dan kelompok sabtu pagi.

Rekoleksi kali ini diadakan dalam rangka HUT Meditasi Kristiani paroki St Monika Serpong yang ke-3, dan sebagai narasumber adalah Suster Pia dari Ursulin Bandung. Tema dari rekoleksi ini adalah “ Bertolak ke tempat yang dalam “ ,yang dalam 5 sesi. Bagaimana dan Mengapa harus ke tempat yang lebih dalam? . Sr Pia memulai sesi dengan memperkenalkan secara singkat bagaimana awal mula mengenal Meditasi Kristiani ,yang diperkenalkan oleh seorang ibu(awam) dan bagi Sr Pia meditasi atau doa hening sudah dikenal sewaktu masuk biara Ursulin.  Dan setelah itu dilanjutkan dengan memahami isi bacaan injil Lukas 5:1-11, meditator memperoleh langkah-langkah bagaimana mendalami bacaan injil dan merefleksikan yaitu : Apakah saya punya pengalaman yang mirip dengan Simon, Kapan, Dimana itu terjadi dan Apakah dalam peristiwa ini ,saya menyakini bahwa Yesus campur tangan.  Meditator diajak  memahami 4 makna untuk “ Bertolaklah ke tempat lebih dalam “ dalam hidup ini ,yaitu :
1. Menempatkan Yesus sebagai pusat hidupku.
2. Berusaha lebih peka terhadap suara hatiku.
3. Mengatasi Ego-ku/ memanggul salib mengikuti Yesus.
4. Menemukan jati diriku.

Meditasi Kristiani adalah : sebuah bentuk doa batin kontemporer yang di kembangkan oleh Pastor John Main,seorang rahib Benediktin. Kekuatan metode doa ini terletak pada kesetiaan untuk mengucap MANTRA , yaitu sebuah “kata doa”. Mantra yang dianjurkan adalah frase “ Ma Ra Na Tha” yang berarti “Datanglah Tuhan”. Karena itu, yang utama dalam latihan rohani ini berbunyi, “DUDUKLAH DIAM, DUDUKLAH DENGAN PUNGGUNG TEGAK,  DUDUKLAH DENGAN TENANG,  TUTUPLAH MATA,  DAN UCAPKAN MANTRAMU”. ( di kutip dari buku Meditasi bersama Yesus, oleh Siriakus Maria Ndolu, O.Carm hal 37.Para meditator diajak ke tempat lebih dalam bermeditasi yaitu : Setia dan tekun dalam meditasinya yang berpusat kepada Yesus dan saat bermeditasi menerima Keheningan Ilahi yang merupakan Rahmat ,dimana  memperoleh kemampuan melepaskan/meninggalkan Ego, dosa,luka batin,yang  itu semata bukan  usaha kita melainkan  Allah memberikan Rahmat yang cukup untuk diri kita. Usaha untuk bermeditasi yang dilakukan dengan tekun pagi dan sore 20-30 menit,  bagi meditator akan semakin peka dalam mendengarkan suara hati atau Roh Kudus yang tinggal dihati kita, dan semakin mengarahkan para meditator mampu menemukan Jati Diri atau True Shelf. Untuk menemukan jati diri perlu pengorbanan (memanggl salib dan mengikuti Yesus).

Bekal Perjalanan
Rekoleksi tersebut member bekal yang berharga untuk meditator dalam kesetiaan melakukan meditasi 2x sehari (pagi dan sore). Kami para meditator semakin terbuka terhadap bimbingan Allah menuju tempat yang dalam, dipusat hati kita tempat “Bait KudusNya” dan kami rindu tinggal bersamaNya.

Memetik Buahnya
Setelah sekitar 3 bulan kami para meditator St. Monika dengan setia menjalankan meditasi, kami merasakan buahnya, Apa yang saya tulis ini sebagai pengalaman kongkrit yang disharingkan teman-teman Meditator ,yaitu :
- Kerinduan yang mendalam untuk bermeditasi.
- Kerendahan hati
- Kesabaran, biasa mengendalikan emosi, tidak balas-membalas.
- Kebijaksanaan.
- Mampu membiarkan Allah berkarya/tidak mendikte Allah.
- Semakin   mensyukuri  yang mendalam atas rahmat Allah.
- Control diri semakin nyata /membedakan Roh.
- Sadar bahwa Allah mengasihi dan selalu menyertai.
- Memiliki hati yang berbelas Kasih.
- Suka cita, bahagia,damai.
- Tenang dalam menghadapi persoalan.
- Rela berkorban dan siap melayani tanpa pamrih.
Buah meditasi ini pasti berdampak positip didalam hidup keseharian dalam pelayanan, tugas pekerjaan serta masyarakat pada umumnya.

Acara Rekoleksi ditutup dengan Misa Penutup oleh Pastur  Probo dari Gereja Santa Maria Para Malaikat Cipanas dan dilanjutkan dengan foto bersama, kemudian kembali ke Gereja St Monika BSD.


Ditulis oleh : Alexander Hudianto W.

Warisan Spiritual Para Bapa Padang Gurun

Banyak orang Katolik, ketika ditanya tentang meditasi, akan menggelengkan kepala pertanda tidak tahu, atau mengatakan bahwa meditasi hanyalah kegiatan para biarawan di balik tembok biara. Yang paling parah bahkan mengira bahwa meditasi adalah suatu ritual milik agama lain sehingga kegiatan bermeditasi termasuk kegiatan yang menyimpang dari ajaran Gereja. Padahal Gereja Katolik sangat kaya akan tradisi berupa ritual dan doa-doa yang sangat luar biasa termasuk di antaranya adalah meditasi.  
Kesan pertama ketika melihat orang bermeditasi adalah duduk diam seperti patung, entah apa yang ada dalam pikiran orang tersebut, terlihat sangat membosankan.  Padahal, kalau kita menyimak Injil, Tuhan Yesus diceritakan sering kali pergi menyendiri ke tempat sunyi (baca Matius 14:13 atau Markus 5:16), pastilah ada maksudnya hal ini diceritakan dalam Injil, dan ada sebuah kutipan yang mestinya menjadi rujukan bagi orang Kristen untuk berdoa yaitu dari Matius 6:6 “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”
Sebuah Doa Hati
Salah satu cara berkomunikasi dengan Tuhan diwujudkan dalam bentuk ‘doa’. Ada bermacam-macam cara berdoa, menurut Pastor Siriakus Maria Ndolu, OCarm dalam bukunya “Meditasi Kristiani Jalan Sederhana Menjumpai Allah” bahwa pada prinsipnya ada tiga cara berdoa yaitu berbicara, mendengarkan dan tinggal bersama. Berbicara dengan kata-kata adalah suatu cara berdoa yang paling umum, untuk meminta sesuatu atau memuji dan mengucap syukur kepada Tuhan. Akan tetapi, apabila Dia sudah bersemayam di dalam hati kita, seperti kata Santo Paulus: “Kristus ada di dalam dirimu” (Kol 1:27), tentulah berdoa pribadi dengan kata-kata yang panjang lebar menjadi kurang berarti karena Dia sudah mengetahui segala sesuatunya. Yang perlu kita lakukan adalah duduk diam dalam keheningan menyadari dan “merasakan kehadiranNya”.
Dalam persatuan roh itulah terjadi interaksi yang mengatasi segala kendala berbahasa, karena itulah menjadi doa tanpa kata. Kita dapat duduk diam secara rileks dengan punggung tegak, dan agar keheningan dapat tercapai, kita memusatkan secara mendalam/konsentrasi pada kata doa singkat atau disebut mantera yang menghantar kepada Allah dengan mendaraskannya di dalam hati secara berulang-ulang. Seorang rahib Benediktin, John Main OSB, mengusulkan kata “MA-RA-NA-THA” sebagai mantera yang artinya “Tuhan Yesus datanglah” seperti yang tercantum dalam Surat Rasul Paulus kepada Umat di Korintus (1 Kor 16:22).
Sebagai pusat adalah Allah sendiri, namun tidak perlu dan tidak mungkin membayangkan Allah, termasuk mengimajinasikan pribadi Allah dalam konteks apapun, bahkan ketika mengucapkan mantera pun tanpa perlu memikirkan artinya lagi. Semua mengalir menembus ruang-waktu, tanpa berharap sesuatu yang akan terjadi dan tanpa berimajinasi. Memang pikiran tidak mungkin dikosongkan karena sewaktu bermeditasi kita dalam kondisi sadar sepenuhnya, maka ketika muncul pelanturan pikiran, kita kembali mendaraskan mantera tersebut. Demikianlah Meditasi Kristiani sederhana saja, kita dianjurkan berlatih meditasi 2 kali sehari, pagi dan malam hari masing-masing selama 20 – 30 menit. Dengan cara seperti ini memungkinkan orang awam yang sibuk bekerja masih bisa mempraktekkan meditasi dalam kehidupan sehari-hari.
Komunitas Global Meditasi Kristiani
Sangat disayangkan apabila kekayaan spiritual seperti ini kurang dikenal oleh umat Katolik. Hampir semua agama memiliki cara dan metode tersendiri untuk bermeditasi, demikian pula dalam biara-biara di lingkungan Gereja Katolik memiliki banyak tradisi ritual bermeditasi. Lectio Divina misalnya, kalau boleh diambil sebagai contoh, yaitu dengan mempraktekkan suatu perenungan yang mendalam pada bacaan Kitab Suci.
Sebelum menjadi pastor, sekitar tahun 1953 John Main bekerja di Departemen Luar Negeri Inggris dan ditugaskan di Kuala Lumpur, Malaysia, di mana dia berkenalan dengan seorang guru Hindu bernama Swami Satyananda. John Main berkesempatan mendalami praktek meditasi guru Hindu tersebut. Setelah masuk biara, John Main membandingkan praktek yang hampir sama dilakukan oleh para Bapa Padang Gurun pada abad-abad awal ke-Kristenan terutama melalui tulisan seorang pertapa bernama Johanes Kasianus dalam buku Institutes dan Conferences. Kemudian John Main menuliskan buku yang sangat terkenal menjadi acuan dalam bermeditasi “Word into Silence, A Manual for Christian Meditation” yang berisi langkah-langkah belajar meditasi.
Pembelajaran meditasi inipun keluar menembus dinding biara dan mudah dilaksanakan oleh siapapun karena praktis dan sederhana, sehingga kemudian terbentuklah kelompok-kelompok Meditasi Kristiani. Bahkan setelah Pastor John Main OSB meninggal pada tahun 1982, beberapa tahun kemudian berdirilah World Community for Christian Meditation (Komunitas Global Meditasi Kristiani) yang merupakan jaringan kelompok Meditasi Kristiani seluruh dunia yang memiliki website http://www.wccm.org/, sedangkan untuk Indonesia telah berdiri Pusat Meditasi Kristiani Indonesia yang beralamat di RS Atma Jaya Jakarta (http://www.meditasikristiani.com/). Di lingkungan Paroki Santa Monika Serpong, kelompok Meditasi Kristiani telah berdiri sejak 3 tahun lalu, melakukan latihan tiap hari Selasa, Jumat dan Sabtu .

Eddi Nugroho
Meditator MK Serpong