Pages

Friday, December 6, 2013

Kedalaman Sebuah Keheningan

Dalam pengertian secara umum, bermeditasi berarti masuk ke dalam sebuah keheningan yaitu  berdiam diri, tanpa kata, tanpa suara bahkan tanpa imajinasi. Kondisi kontemplatif saat bermeditasi dapat dicapai dengan cara mengendalikan pikiran untuk memperlambat simpang-siurnya pikiran itu sendiri. Dapatlah dirasakan, pada saat kesibukan meningkat akan membuat aktivitas fisik yang meningkat pula dan tentu saja aktivitas otak pun meningkat. Apalagi ketika melakukan pekerjaan rumit yang menuntut kerja otak yang ekstra keras, bisa membuat pening dan sakit kepala

Sebaliknya ketika kita dalam keadaan rileks, maka aktivitas otak pun menjadi lebih tenang, bisa menjadi lebih fokus serta mendapatkan mood yang baik. Kira-kira keadaan pikiran yang tenang dan rileks seperti ini yang harus dikondisikan pada saat kita bermeditasi, caranya tentu bermacam-macam, termasuk yang dikembangkan oleh berbagai kelompok meditasi dengan berbagai latar belakang.

Aktivitas dan Gelombang Otak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerja otak melibatkan jutaan bahkan miliaran neuron (sel syaraf) di dalam otak manusia yang saling berinteraksi secara kimiawi maupun  elektris, sehingga secara keseluruhan otak memancarkan gelombang yang frekuensinya berbanding lurus dengan aktivitas otak. Frekuensi gelombang otak dapat dideteksi dan diukur dengan alat Electroencephalograph atau EEG. Merujuk literatur-literatur di antaranya dari internet //www.neurotheraphy.asia/ dan //hypnosis45.com/gelombang_otak.htm, ada empat kategori aktivitas otak ditinjau dari sudut frekuensinya yaitu:
·         Beta (14 – 100 Hz). Dalam frekuensi ini otak dalam kondisi  sadar penuh dan didominasi oleh logika. Inilah kondisi normal yang dialami sehari-hari ketika sedang terjaga (tidak tidur). Orang berada pada frekuensi ini ketika tengah bekerja, berkonsentrasi, berbicara, dan berpikir tentang masalah yang kita hadapi. Frekuensi yang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinefrin yang dapat menyebabkan rasa cemas, khawatir, prasangka, marah, stres, dan memudahkan datangnya penyakit.
·         Alpha (8 – 13.9 Hz). Ketika otak berada dalam getaran frekuensi ini, orang akan merasa khusyu’, relaks, meditatif, nyaman dan ikhlas, tenang, dan bahagia. Namun dalam frekuensi ini muncul kemampuan menyerap informasi dengan cepat.
·         Theta (4 – 7.9 Hz). Dalam frekuensi yang rendah ini, seseorang akan berada pada kondisi sangat khusyu’, keheningan yang mendalam, kreatif, inspiratif, intuisi muncul, deep-meditation, dan “mampu mendengar” nurani bawah sadar. Inilah kondisi yang mungkin diraih oleh para ulama, biksu dan juga para meditator ketika mereka melantunkan doa ditengah keheningan malam pada Sang Ilahi.
·         Delta (0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini terdeteksi ketika orang tengah tertidur pulas tanpa mimpi. Dalam frekuensi ini otak memproduksi human growth hormone yang baik bagi kesehatan. Bila seseorang tidur dalam frekuensi delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi, meski hanya sebentar, ia akan bangun dengan tubuh tetap merasa segar. Nurani bawah sadar – kolektif dan menyatukan – harmonis (pribadi yang utuh)

Antara Metode dan Tujuan
Beberapa komunitas spiritual ataupun kelompok-kelompok meditasi dari berbagai belahan dunia telah mengembangkan metode-metode untuk dapat mencapai kondisi gelombang otak pada frekuensi Alpha dan frekuensi Theta. Banyak metode canggih, ada yang klasik menganut tradisi ketimuran, ada pula yang instan menerapkan ilmu pengetahuan kontemporer, telah dikembangkan oleh para meditator untuk mencapai kondisi tersebut. Bahkan, definisi dan tingkat pencapaian meditasi dikaitkan langsung dengan kemampuan mencapai kondisi frekuensi gelombang otak ini, sehingga ada kelompok meditasi yang mempunyai sistem pemeringkatan mulai dari tingkat pemula sampai tingkat master.
Yang menarik ada kelompok meditasi sekular di Barat  menyatakan bahwa frekuensi Theta adalah frekuensi yang ber-Daya Ilahi di alam semesta, sehingga dengan bermeditasi sambil mengucapkan suatu 'affirmasi' yang diinginkan, akan melempar 'affirmasi' tersebut ke alam semesta dan cepat atau lambat, alam semesta akan merespon dan mendukung terkabulnya 'affirmasi' tersebut. Demikian pula ada program meditasi untuk tujuan-tujuan praktis seperti misalnya penyembuhan, pengembangan kepribadian, kepemimpinan,  peningkatan performance bagi para profesional dan sebagainya yang mensyaratkan bermeditasi sampai gelombang Theta dan hasilnya cukup membuat kita terkagum-kagum ketika  mendengar 'success story' mereka.

Hening itu Hening
Akan tetapi dalam rekoleksi Meditasi Kristiani Paroki St. Monika Serpong pada Bulan Juli 2013 yang lalu, Suster Pia dari Ursulin sebagai narasumber mengatakan bahwa semua praktisi Meditasi Kristiani adalah 'beginner'. Benar juga, karena ketika bermeditasi, kita 'masuk' ke dalam hadirat kekuatan Sang Maha Kudus yang super dahsyat  sehingga tidak mungkin kita merasa menjadi master, justru yang muncul adalah perasaan bersyukur dari seorang hamba yang tak berguna.
Keheningan memang penting, tetapi itu bukan tujuan meditasi melainkan hanya sarana mencapai kedekatan dengan Allah Tritunggal. Tidaklah menjadi soal, pada frekuensi mana gelombang otak kita telah dapat dikondisikan sewaktu meditasi. Ada sesuatu hal yang jauh lebih penting, yaitu ketika kita dapat menemu-kenali Roh Allah dalam hati kita serta merasakan kelembutan energi cinta kasih sejati  yang merasuk ke dalam jiwa kita.  Ibarat berkomunikasi dengan gelombang radio, tidak perlu terlalu dipermasalahkan pada frekuensi berapa kita gunakan, tetapi bobot dan isi komunikasinya itulah yang lebih penting.
Meskipun demikian berlatih mengalami  keheningan, dengan bersetia mendaraskan 'MA-RA-NA-THA' tetaplah secara disiplin kita jalankan setiap hari, pagi dan malam hari. Seperti sabda Yesus : “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi” (Matius 6:6),  jelas menunjukkan arti pentingnya keheningan sebagai suatu proses pencarian spiritual. Patut kiranya kita menyimak tulisan Suster Veronika Ari Harjanti FMM dalam bukunya berjudul ”Kuntum-kuntum Keheningan Mengalami Kehadiran Allah yang Tersembunyi dalam Aneka Rona Kehidupan”,
Hening itu...
      sederhana...
      biasa saja dan istimewa...
Hening itu...
      apa adanya...
      tanpa menuntut...
Hening itu...
      jujur...
      dan mendengarkan
Hening itu...
      sukacita...
      dan berbagi
Hening itu...
      hening...

Eddi Nugroho
Meditator MK Serpong