Pages

Friday, December 6, 2013

Kedalaman Sebuah Keheningan

Dalam pengertian secara umum, bermeditasi berarti masuk ke dalam sebuah keheningan yaitu  berdiam diri, tanpa kata, tanpa suara bahkan tanpa imajinasi. Kondisi kontemplatif saat bermeditasi dapat dicapai dengan cara mengendalikan pikiran untuk memperlambat simpang-siurnya pikiran itu sendiri. Dapatlah dirasakan, pada saat kesibukan meningkat akan membuat aktivitas fisik yang meningkat pula dan tentu saja aktivitas otak pun meningkat. Apalagi ketika melakukan pekerjaan rumit yang menuntut kerja otak yang ekstra keras, bisa membuat pening dan sakit kepala

Sebaliknya ketika kita dalam keadaan rileks, maka aktivitas otak pun menjadi lebih tenang, bisa menjadi lebih fokus serta mendapatkan mood yang baik. Kira-kira keadaan pikiran yang tenang dan rileks seperti ini yang harus dikondisikan pada saat kita bermeditasi, caranya tentu bermacam-macam, termasuk yang dikembangkan oleh berbagai kelompok meditasi dengan berbagai latar belakang.

Aktivitas dan Gelombang Otak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerja otak melibatkan jutaan bahkan miliaran neuron (sel syaraf) di dalam otak manusia yang saling berinteraksi secara kimiawi maupun  elektris, sehingga secara keseluruhan otak memancarkan gelombang yang frekuensinya berbanding lurus dengan aktivitas otak. Frekuensi gelombang otak dapat dideteksi dan diukur dengan alat Electroencephalograph atau EEG. Merujuk literatur-literatur di antaranya dari internet //www.neurotheraphy.asia/ dan //hypnosis45.com/gelombang_otak.htm, ada empat kategori aktivitas otak ditinjau dari sudut frekuensinya yaitu:
·         Beta (14 – 100 Hz). Dalam frekuensi ini otak dalam kondisi  sadar penuh dan didominasi oleh logika. Inilah kondisi normal yang dialami sehari-hari ketika sedang terjaga (tidak tidur). Orang berada pada frekuensi ini ketika tengah bekerja, berkonsentrasi, berbicara, dan berpikir tentang masalah yang kita hadapi. Frekuensi yang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinefrin yang dapat menyebabkan rasa cemas, khawatir, prasangka, marah, stres, dan memudahkan datangnya penyakit.
·         Alpha (8 – 13.9 Hz). Ketika otak berada dalam getaran frekuensi ini, orang akan merasa khusyu’, relaks, meditatif, nyaman dan ikhlas, tenang, dan bahagia. Namun dalam frekuensi ini muncul kemampuan menyerap informasi dengan cepat.
·         Theta (4 – 7.9 Hz). Dalam frekuensi yang rendah ini, seseorang akan berada pada kondisi sangat khusyu’, keheningan yang mendalam, kreatif, inspiratif, intuisi muncul, deep-meditation, dan “mampu mendengar” nurani bawah sadar. Inilah kondisi yang mungkin diraih oleh para ulama, biksu dan juga para meditator ketika mereka melantunkan doa ditengah keheningan malam pada Sang Ilahi.
·         Delta (0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini terdeteksi ketika orang tengah tertidur pulas tanpa mimpi. Dalam frekuensi ini otak memproduksi human growth hormone yang baik bagi kesehatan. Bila seseorang tidur dalam frekuensi delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi, meski hanya sebentar, ia akan bangun dengan tubuh tetap merasa segar. Nurani bawah sadar – kolektif dan menyatukan – harmonis (pribadi yang utuh)

Antara Metode dan Tujuan
Beberapa komunitas spiritual ataupun kelompok-kelompok meditasi dari berbagai belahan dunia telah mengembangkan metode-metode untuk dapat mencapai kondisi gelombang otak pada frekuensi Alpha dan frekuensi Theta. Banyak metode canggih, ada yang klasik menganut tradisi ketimuran, ada pula yang instan menerapkan ilmu pengetahuan kontemporer, telah dikembangkan oleh para meditator untuk mencapai kondisi tersebut. Bahkan, definisi dan tingkat pencapaian meditasi dikaitkan langsung dengan kemampuan mencapai kondisi frekuensi gelombang otak ini, sehingga ada kelompok meditasi yang mempunyai sistem pemeringkatan mulai dari tingkat pemula sampai tingkat master.
Yang menarik ada kelompok meditasi sekular di Barat  menyatakan bahwa frekuensi Theta adalah frekuensi yang ber-Daya Ilahi di alam semesta, sehingga dengan bermeditasi sambil mengucapkan suatu 'affirmasi' yang diinginkan, akan melempar 'affirmasi' tersebut ke alam semesta dan cepat atau lambat, alam semesta akan merespon dan mendukung terkabulnya 'affirmasi' tersebut. Demikian pula ada program meditasi untuk tujuan-tujuan praktis seperti misalnya penyembuhan, pengembangan kepribadian, kepemimpinan,  peningkatan performance bagi para profesional dan sebagainya yang mensyaratkan bermeditasi sampai gelombang Theta dan hasilnya cukup membuat kita terkagum-kagum ketika  mendengar 'success story' mereka.

Hening itu Hening
Akan tetapi dalam rekoleksi Meditasi Kristiani Paroki St. Monika Serpong pada Bulan Juli 2013 yang lalu, Suster Pia dari Ursulin sebagai narasumber mengatakan bahwa semua praktisi Meditasi Kristiani adalah 'beginner'. Benar juga, karena ketika bermeditasi, kita 'masuk' ke dalam hadirat kekuatan Sang Maha Kudus yang super dahsyat  sehingga tidak mungkin kita merasa menjadi master, justru yang muncul adalah perasaan bersyukur dari seorang hamba yang tak berguna.
Keheningan memang penting, tetapi itu bukan tujuan meditasi melainkan hanya sarana mencapai kedekatan dengan Allah Tritunggal. Tidaklah menjadi soal, pada frekuensi mana gelombang otak kita telah dapat dikondisikan sewaktu meditasi. Ada sesuatu hal yang jauh lebih penting, yaitu ketika kita dapat menemu-kenali Roh Allah dalam hati kita serta merasakan kelembutan energi cinta kasih sejati  yang merasuk ke dalam jiwa kita.  Ibarat berkomunikasi dengan gelombang radio, tidak perlu terlalu dipermasalahkan pada frekuensi berapa kita gunakan, tetapi bobot dan isi komunikasinya itulah yang lebih penting.
Meskipun demikian berlatih mengalami  keheningan, dengan bersetia mendaraskan 'MA-RA-NA-THA' tetaplah secara disiplin kita jalankan setiap hari, pagi dan malam hari. Seperti sabda Yesus : “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi” (Matius 6:6),  jelas menunjukkan arti pentingnya keheningan sebagai suatu proses pencarian spiritual. Patut kiranya kita menyimak tulisan Suster Veronika Ari Harjanti FMM dalam bukunya berjudul ”Kuntum-kuntum Keheningan Mengalami Kehadiran Allah yang Tersembunyi dalam Aneka Rona Kehidupan”,
Hening itu...
      sederhana...
      biasa saja dan istimewa...
Hening itu...
      apa adanya...
      tanpa menuntut...
Hening itu...
      jujur...
      dan mendengarkan
Hening itu...
      sukacita...
      dan berbagi
Hening itu...
      hening...

Eddi Nugroho
Meditator MK Serpong


Thursday, November 21, 2013

Bertolaklah Ke Tempat Yang Lebih Dalam

Pada tanggal 13-14 juli 2013 lalu ,Meditator Meditasi Kristiani (MK) St Monika berangkat untuk Rekoleksi di villa Immanuel ,Cibodas – Cipanas , jumlah yang mengikuti rekoleksi 34 orang adalah gabungan dari empat kelompok MK yaitu : kelompok hari selasa pagi, kelompok jumat pagi,kelompok jumat malam dan kelompok sabtu pagi.

Rekoleksi kali ini diadakan dalam rangka HUT Meditasi Kristiani paroki St Monika Serpong yang ke-3, dan sebagai narasumber adalah Suster Pia dari Ursulin Bandung. Tema dari rekoleksi ini adalah “ Bertolak ke tempat yang dalam “ ,yang dalam 5 sesi. Bagaimana dan Mengapa harus ke tempat yang lebih dalam? . Sr Pia memulai sesi dengan memperkenalkan secara singkat bagaimana awal mula mengenal Meditasi Kristiani ,yang diperkenalkan oleh seorang ibu(awam) dan bagi Sr Pia meditasi atau doa hening sudah dikenal sewaktu masuk biara Ursulin.  Dan setelah itu dilanjutkan dengan memahami isi bacaan injil Lukas 5:1-11, meditator memperoleh langkah-langkah bagaimana mendalami bacaan injil dan merefleksikan yaitu : Apakah saya punya pengalaman yang mirip dengan Simon, Kapan, Dimana itu terjadi dan Apakah dalam peristiwa ini ,saya menyakini bahwa Yesus campur tangan.  Meditator diajak  memahami 4 makna untuk “ Bertolaklah ke tempat lebih dalam “ dalam hidup ini ,yaitu :
1. Menempatkan Yesus sebagai pusat hidupku.
2. Berusaha lebih peka terhadap suara hatiku.
3. Mengatasi Ego-ku/ memanggul salib mengikuti Yesus.
4. Menemukan jati diriku.

Meditasi Kristiani adalah : sebuah bentuk doa batin kontemporer yang di kembangkan oleh Pastor John Main,seorang rahib Benediktin. Kekuatan metode doa ini terletak pada kesetiaan untuk mengucap MANTRA , yaitu sebuah “kata doa”. Mantra yang dianjurkan adalah frase “ Ma Ra Na Tha” yang berarti “Datanglah Tuhan”. Karena itu, yang utama dalam latihan rohani ini berbunyi, “DUDUKLAH DIAM, DUDUKLAH DENGAN PUNGGUNG TEGAK,  DUDUKLAH DENGAN TENANG,  TUTUPLAH MATA,  DAN UCAPKAN MANTRAMU”. ( di kutip dari buku Meditasi bersama Yesus, oleh Siriakus Maria Ndolu, O.Carm hal 37.Para meditator diajak ke tempat lebih dalam bermeditasi yaitu : Setia dan tekun dalam meditasinya yang berpusat kepada Yesus dan saat bermeditasi menerima Keheningan Ilahi yang merupakan Rahmat ,dimana  memperoleh kemampuan melepaskan/meninggalkan Ego, dosa,luka batin,yang  itu semata bukan  usaha kita melainkan  Allah memberikan Rahmat yang cukup untuk diri kita. Usaha untuk bermeditasi yang dilakukan dengan tekun pagi dan sore 20-30 menit,  bagi meditator akan semakin peka dalam mendengarkan suara hati atau Roh Kudus yang tinggal dihati kita, dan semakin mengarahkan para meditator mampu menemukan Jati Diri atau True Shelf. Untuk menemukan jati diri perlu pengorbanan (memanggl salib dan mengikuti Yesus).

Bekal Perjalanan
Rekoleksi tersebut member bekal yang berharga untuk meditator dalam kesetiaan melakukan meditasi 2x sehari (pagi dan sore). Kami para meditator semakin terbuka terhadap bimbingan Allah menuju tempat yang dalam, dipusat hati kita tempat “Bait KudusNya” dan kami rindu tinggal bersamaNya.

Memetik Buahnya
Setelah sekitar 3 bulan kami para meditator St. Monika dengan setia menjalankan meditasi, kami merasakan buahnya, Apa yang saya tulis ini sebagai pengalaman kongkrit yang disharingkan teman-teman Meditator ,yaitu :
- Kerinduan yang mendalam untuk bermeditasi.
- Kerendahan hati
- Kesabaran, biasa mengendalikan emosi, tidak balas-membalas.
- Kebijaksanaan.
- Mampu membiarkan Allah berkarya/tidak mendikte Allah.
- Semakin   mensyukuri  yang mendalam atas rahmat Allah.
- Control diri semakin nyata /membedakan Roh.
- Sadar bahwa Allah mengasihi dan selalu menyertai.
- Memiliki hati yang berbelas Kasih.
- Suka cita, bahagia,damai.
- Tenang dalam menghadapi persoalan.
- Rela berkorban dan siap melayani tanpa pamrih.
Buah meditasi ini pasti berdampak positip didalam hidup keseharian dalam pelayanan, tugas pekerjaan serta masyarakat pada umumnya.

Acara Rekoleksi ditutup dengan Misa Penutup oleh Pastur  Probo dari Gereja Santa Maria Para Malaikat Cipanas dan dilanjutkan dengan foto bersama, kemudian kembali ke Gereja St Monika BSD.


Ditulis oleh : Alexander Hudianto W.

Warisan Spiritual Para Bapa Padang Gurun

Banyak orang Katolik, ketika ditanya tentang meditasi, akan menggelengkan kepala pertanda tidak tahu, atau mengatakan bahwa meditasi hanyalah kegiatan para biarawan di balik tembok biara. Yang paling parah bahkan mengira bahwa meditasi adalah suatu ritual milik agama lain sehingga kegiatan bermeditasi termasuk kegiatan yang menyimpang dari ajaran Gereja. Padahal Gereja Katolik sangat kaya akan tradisi berupa ritual dan doa-doa yang sangat luar biasa termasuk di antaranya adalah meditasi.  
Kesan pertama ketika melihat orang bermeditasi adalah duduk diam seperti patung, entah apa yang ada dalam pikiran orang tersebut, terlihat sangat membosankan.  Padahal, kalau kita menyimak Injil, Tuhan Yesus diceritakan sering kali pergi menyendiri ke tempat sunyi (baca Matius 14:13 atau Markus 5:16), pastilah ada maksudnya hal ini diceritakan dalam Injil, dan ada sebuah kutipan yang mestinya menjadi rujukan bagi orang Kristen untuk berdoa yaitu dari Matius 6:6 “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”
Sebuah Doa Hati
Salah satu cara berkomunikasi dengan Tuhan diwujudkan dalam bentuk ‘doa’. Ada bermacam-macam cara berdoa, menurut Pastor Siriakus Maria Ndolu, OCarm dalam bukunya “Meditasi Kristiani Jalan Sederhana Menjumpai Allah” bahwa pada prinsipnya ada tiga cara berdoa yaitu berbicara, mendengarkan dan tinggal bersama. Berbicara dengan kata-kata adalah suatu cara berdoa yang paling umum, untuk meminta sesuatu atau memuji dan mengucap syukur kepada Tuhan. Akan tetapi, apabila Dia sudah bersemayam di dalam hati kita, seperti kata Santo Paulus: “Kristus ada di dalam dirimu” (Kol 1:27), tentulah berdoa pribadi dengan kata-kata yang panjang lebar menjadi kurang berarti karena Dia sudah mengetahui segala sesuatunya. Yang perlu kita lakukan adalah duduk diam dalam keheningan menyadari dan “merasakan kehadiranNya”.
Dalam persatuan roh itulah terjadi interaksi yang mengatasi segala kendala berbahasa, karena itulah menjadi doa tanpa kata. Kita dapat duduk diam secara rileks dengan punggung tegak, dan agar keheningan dapat tercapai, kita memusatkan secara mendalam/konsentrasi pada kata doa singkat atau disebut mantera yang menghantar kepada Allah dengan mendaraskannya di dalam hati secara berulang-ulang. Seorang rahib Benediktin, John Main OSB, mengusulkan kata “MA-RA-NA-THA” sebagai mantera yang artinya “Tuhan Yesus datanglah” seperti yang tercantum dalam Surat Rasul Paulus kepada Umat di Korintus (1 Kor 16:22).
Sebagai pusat adalah Allah sendiri, namun tidak perlu dan tidak mungkin membayangkan Allah, termasuk mengimajinasikan pribadi Allah dalam konteks apapun, bahkan ketika mengucapkan mantera pun tanpa perlu memikirkan artinya lagi. Semua mengalir menembus ruang-waktu, tanpa berharap sesuatu yang akan terjadi dan tanpa berimajinasi. Memang pikiran tidak mungkin dikosongkan karena sewaktu bermeditasi kita dalam kondisi sadar sepenuhnya, maka ketika muncul pelanturan pikiran, kita kembali mendaraskan mantera tersebut. Demikianlah Meditasi Kristiani sederhana saja, kita dianjurkan berlatih meditasi 2 kali sehari, pagi dan malam hari masing-masing selama 20 – 30 menit. Dengan cara seperti ini memungkinkan orang awam yang sibuk bekerja masih bisa mempraktekkan meditasi dalam kehidupan sehari-hari.
Komunitas Global Meditasi Kristiani
Sangat disayangkan apabila kekayaan spiritual seperti ini kurang dikenal oleh umat Katolik. Hampir semua agama memiliki cara dan metode tersendiri untuk bermeditasi, demikian pula dalam biara-biara di lingkungan Gereja Katolik memiliki banyak tradisi ritual bermeditasi. Lectio Divina misalnya, kalau boleh diambil sebagai contoh, yaitu dengan mempraktekkan suatu perenungan yang mendalam pada bacaan Kitab Suci.
Sebelum menjadi pastor, sekitar tahun 1953 John Main bekerja di Departemen Luar Negeri Inggris dan ditugaskan di Kuala Lumpur, Malaysia, di mana dia berkenalan dengan seorang guru Hindu bernama Swami Satyananda. John Main berkesempatan mendalami praktek meditasi guru Hindu tersebut. Setelah masuk biara, John Main membandingkan praktek yang hampir sama dilakukan oleh para Bapa Padang Gurun pada abad-abad awal ke-Kristenan terutama melalui tulisan seorang pertapa bernama Johanes Kasianus dalam buku Institutes dan Conferences. Kemudian John Main menuliskan buku yang sangat terkenal menjadi acuan dalam bermeditasi “Word into Silence, A Manual for Christian Meditation” yang berisi langkah-langkah belajar meditasi.
Pembelajaran meditasi inipun keluar menembus dinding biara dan mudah dilaksanakan oleh siapapun karena praktis dan sederhana, sehingga kemudian terbentuklah kelompok-kelompok Meditasi Kristiani. Bahkan setelah Pastor John Main OSB meninggal pada tahun 1982, beberapa tahun kemudian berdirilah World Community for Christian Meditation (Komunitas Global Meditasi Kristiani) yang merupakan jaringan kelompok Meditasi Kristiani seluruh dunia yang memiliki website http://www.wccm.org/, sedangkan untuk Indonesia telah berdiri Pusat Meditasi Kristiani Indonesia yang beralamat di RS Atma Jaya Jakarta (http://www.meditasikristiani.com/). Di lingkungan Paroki Santa Monika Serpong, kelompok Meditasi Kristiani telah berdiri sejak 3 tahun lalu, melakukan latihan tiap hari Selasa, Jumat dan Sabtu .

Eddi Nugroho
Meditator MK Serpong

Monday, September 2, 2013

Menuju Persatuan dengan Kristus

Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa banyak orang-orang hebat seperti atlet-atlet tingkat dunia, para pesohor papan atas, ilmuwan dan penemu kaliber internasional telah mempraktekkan meditasi dalam kehidupan sehari-hari mereka, tentu saja dengan caranya masing-masing. Nama-nama seperti Steve Jobs (pendiri Apple Inc.), Kobe Bryan (pemain basket NBA) dan Arnold Schwarzenegger (atlet, bintang film Hollywood dan Gubernur California) boleh disebut di antara begitu banyak lagi praktisi meditasi di kalangan orang terkenal.

Memang, beberapa referensi tentang meditasi baik  buku-buku umum yang dijual di toko-toko buku maupun beberapa situs internet menyebutkan keunggulan-keunggulan bermeditasi di antaranya: memberikan ketenangan batin,  meningkatkan kepercayaan diri, mempertajam feeling, mengurangi stres dan meningkatkan kemampuan mengatur emosi. Di sisi lain seorang paranormal terkenal mengatakan bahwa orang-orang yang suka bermeditasi itu tidak bisa kesurupan serta tidak mempan diguna-guna !! Boleh percaya, boleh tidak !

Melampaui Diri Sendiri
Bagi banyak orang boleh jadi keunggulan meditasi tersebut telah menjadi tujuan dari meditasi itu sendiri. Jujur saja,  orang  tertarik dengan meditasi adalah karena mengharapkan untuk mendapatkan sesuatu dalam hal pemahaman psikologis dan pengenalan diri sendiri. Karena itu muncullah keinginan untuk mengembangkan potensi diri, atau sekedar memperoleh penyembuhan malahan ada juga yang sampai ingin menjadi 'sakti' seperti dalam legenda para pertapa tempo dulu.

Namun John Main OSB, seorang rahib Benediktin, menuliskan bahwa ada bahaya jika dalam bermeditasi, kita begitu terpukau oleh penemuan tentang diri kita sendiri dan menjadi lupa untuk melampaui diri kita menuju yang ilahi. Dalam bukunya “Door to Silence”, beliau menyebutkan bahwa memang benar ada manfaat-manfaat praktis dalam bermeditasi, tetapi jangan sampai berhenti pada pencapaian berdasarkan penilaian akal budi yang terbatas dan memisahkan diri dari  sumber yang tidak terbatas.

Tujuan Meditasi
Jadi, apa konkretnya tujuan meditasi? Menurut John Main, inti pokok meditasi adalah inti pokok Injil. Kita diundang untuk membuka hati dan pikiran kepada Allah. Panggilan dari Kitab Suci adalah bersatu dengan “Sang Kasih”. Kita harus lebih dahulu bersatu di dalam diri kita sendiri supaya dapat bersatu dengan Allah.

Dalam keheningan ketika bermeditasi, muncul kedamaian, keselarasan atau keserasian. Dengan penuh iman dan kepasrahan, serta kedisiplinan mengucapkan mantera “MA-RA-NA-THA”, secara perlahan-lahan dan setia dengan penuh iman dan kasih kita mengenali kehadiran Allah. Karena itu tujuan meditasi dalam konteks Kristiani adalah masuk ke dalam persatuan yang penuh dengan kesadaran Kristus. Nah, kalau sudah sampai pada lapisan ini, tidak ada urusannya lagi dengan kehebatan pribadi para praktisi meditasi yang telah disebutkan  di atas. Apalagi dengan mempan atau tidak mempannya diguna-guna, ini sudah di luar konteks kita.

Hanya rahmat Allah yang membimbing ke persatuan dengan yang Illahi yaitu Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus, Sang Pencipta yang mencintai ciptaan-Nya dan akan memanggil kita dalam pelukan cinta-Nya.


Eddi Nugroho
Meditator MK Serpong

Tuesday, May 7, 2013

Rumah Spiritual Sejati


SEMOGA KELOMPOK MEDITASI
MENJADI RUMAH SPIRITUAL YANG SEJATI
BAGI YANG MENCARINYA
(Oleh Sr. Ignatio, OSU)

Tulisan ini merupakan hasil dari permenungan Retret Meditasi Kristiani dengan pembimbing Romo Vincentius K. Watun  OMI, yang diadakan pada tanggal 26-28 April 2013, di “Pondok Remaja Anugerah“dengan tema  “MENJADI PRIBADI YANG UTUH “

Rumah Spiritual
Judul di atas terdapat pada baris pertama “Doa Penutup” yang selalu didoakan para Meditator sesudah Meditasi atau saat Hening selesai. kalimat doa ini bukan merupakan pokok bahasan tapi begitu menjadi istimewa, menarik dan menyadarkan betapa penting dan berharganya “Kelompok Meditasi “
Kalimat “Semoga kelompok meditasi ini menjadi rumah spiritual yang sejati bagi yang mencarinya” beberapa kali di ucapkan oleh Romo Vincent dan kami menangkap sebagai pesan Tuhan yang indah dan bermakna, yang sebelumnya tak pernah terpikirkan.
Pertemuan Kelompok Meditasi  mingguan atau pada hari yang sudah disepakati bersama, akan sungguh menjadi Rumah Spiritual yang dirindukan oleh para Meditator, karena yang menjadi roh dan jiwa yang menghidupi kelompok adalah Roh Allah sendiri. Para Meditator dipersatukan satu dengan yang lain oleh Roh kasih sang pemersatu yang sejati. Kelompok Meditasi kita menjadi rumah Spiritual yang harus kita cintai, tempat menimba kekuatan, damai suka cita dan sumber inspirasi dari segala kegiatan.
Seminggu sekali para Meditator bertemu, duduk bersama dengan tujuan yang sama, berdoa dan membaca Kitab Suci bersama, saling memberi dan menerima kekayaan anugerah Allah yang di timba dari Sang Sabda. Dengan Rahmat yang dicurahkan, para Meditator menjadi mengerti, memahami dan mencintai serta membatinkan dalam keheningan di hati mereka.
Dalam keheningan para Meditator akan berdoa bersama Roh dan dalam Roh yang telah dan senantiasa berdoa bagi kita.

Kekuatan Mantra
Untuk masuk kedalam keheningan memang tidak mudah, banyak kesulitan, gangguan dan godaan yang silih berganti. Namun pesan Tuhan “ Jangan Takut” pesan ini menguatkan untuk menempuh perjalanan yang penuh tantangan. Pengorbanan harus kita persembahkan sebagai tanda cinta kepada Allah yang telah mendahului mencintai kita tanpa batas. Supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup ( Rom 12;1 ).
Kedisiplinan seorang murid, kesetiaan untuk terus menerus mengucapkan Mantra selama Meditasi, akan menghantar ketempat Allah bersemayam dan menanti dibait-Nya yang kudus yaitu di dalam hati kita .  Sabar menanti datangnya sentuhan  rahmat,  terbuka dan memberi kebebasan Allah bekerja meskipun kadang kala menyakitkan. Penyerahan total untuk di ubah, dibersihkan dari kerak-kerak yang melekat yang susah ditembus oleh rahmat, yang membuat kita bebal dan tak peka akan kehadiranNya.
Jangan takut, Mantra yang kita doakan dengan setia, penuh Iman dan Kasih akan membawa kita kehadirat Tritunggal Maha Kudus. Mantra sungguh mempunyai kekuatan yang luar biasa, yang mampu menggempur dinding tebal egoisme kita, yang memblokir diri kita yang sejati, yang sering membuat kita sulit menemukan Allah Sang Sumber Kasih. Mantra mampu menghantar kita dihadirat Allah Sang Sumber Cinta. Mantra mampu membawa kita kedalam Dasar Doa Kristiani, ketempat Roh Kudus berada yang siap membantu kita yang berada dalam kelemahan; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah, dengan keluhan-keluhan yang tak terucapkan ( Rom 8; 26 )



Keheningan
Bertemu dengan Allah dan tinggal bersama dengan Allah Tritunggal Mahakudus di dalam hati, menjadikan  manusia (para Meditator) mengalami ‘kasih  Allah yang telah dicurahkan kedalam hati  oleh Roh Kudus yang dikaruniakan kepada kita (Rom 5; 5)’. Para  Meditator  mengalami damai, sukacita, cinta yang mendalam. Manusia  menemukan dirinya yang utuh, karena manusia mengalami aliran cinta Allah yang tanpa batas, yang mengampuni, yang menyembuhkan, dan yang mengubah manusia menjadi baru.
Pengalaman perjumpaan dengan Allah merupakan suatu rahmat anugerah yang luar biasa yang tak bisa dilukiskan. Disini kita tidak ada gangguan apapun, badan dan pikiran sudah menyatu selaras dengan hati/spirit/roh dan jiwa,  mau  bertelut dihadirat Allah, sadar akan karya agung Allah dalam dirinya. Perjumpaan dengan Allah ini juga pernah dialami oleh Saulus yang mempunyai niat membinasakan pengikut Yesus, tapi Rahmat Allah berkenan mengubah Saulus menjadi Paulus bahkan menjadi Santo Paulus. Jadi kalau kita merasa orang lemah dan berdosa jangan takut berdoa Meditasi, jangan takut untuk berjumpa dengan Allah
Saulus yang sudah diubah oleh Yesus, menjadi St Paulus ini menjadi orang yang berkobar penuh semangat untuk mewartakan kebenaran Allah tanpa takut resiko yang berat dengan menyerahkan nyawa demi melaksanakan tugas pewartaan dari Allah.
Para Meditator yang mengalami aliran cinta yang mendalam dari Allah Sang Penciptanya, tak mampu berkata apa-apa, hanya duduk diam dalam keheningan yang menyelimutinya, dan menikmati aliran kepenuhan cinta yang luar biasa. Cinta itu menggetarkan, cinta itu membakar, cinta itu memberikan kekuatan dan keberanian  untuk diutus. Disini Meditator menemukan dirinya yang utuh secitra Allah. Manusia yang memiliki pribadi yang utuh, adalah manusia yang telah mampu berdamai dengan dirinya sendiri, berdamai dengan sesama dan berdamai dengan Allah. Pribadi yang utuh adalah pribadi yang tak tergoncangkan, tegar dan seimbang, yang mampu menyelaraskan antara doa dan karya (kontemplatif dan aktif) yang ada dalam dirinya, tanpa ada jurang pemisah. Tugas-tugas perutusan yang diterimanya dialami sebagai anugerah yang menggembirakan dan membahagiakan dan bukan beban yang menekan hidupnya, karena merupakan buah dari perjumpaan dengan Allah dalam keheningan yang sejati. Manusia yang memiliki pribadi yang utuh adalah manusia yang mampu bersyukur dan mengungkapkan syukurnya yang mendalam didalam perayaan Ekaristi, dan Perayaan Ekaristi ini disadari sebagi puncak dan sumber hidup. Rahmat dan kekayaan cinta harus mengalir ke dunia sekitarnya dalam bentuk tugas pekerjaan, dalam bentuk tegur sapa dan kata penghiburan, perhatian dan berbela rasa terhadap orang lemah dan tersingkirkan.

Dalam keheningan sejati , inilah para Meditator akan di bentuk oleh Allah sendiri dalam doa kontemplasinya menjadi seorang pribadi yang mampu menyadari kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam kelompok Meditasi, para Meditator dipanggil untuk saling mensharingkan pengalaman akan Allah dan anugerah – anugerah Roh Kudus yang diterima dengan cuma-cuma. Dengan demikian Betapa berharganya kelompok Meditasi yang bisa dan mempunyai kesempatan bertemu seminggu sekali. Kelompok ini sungguh akan menjadi “Rumah spiritual yang sejati “ bagi yang mencari nya.


Salam kasih dari Sr.Ignatio OSU, dan teman-teman BSD Peserta Retret tgl 26-27-28 April 2013 dipondok Remaja Anugerah (Bp.Hengky, Bp.Hery, Bp.Gunawan, ibu Danny )

Wednesday, April 10, 2013

Belajar Mengucapkan "Maranatha" dari Hati

Dari refleksi acara sharing kelompok pada pertemuan Meditasi Kristiani hari Sabtu, 6 April 2013 yang lalu, saya kemudian mencoba merenungkan kembali perjalanan meditasi saya. Perjalanan yang cukup panjang dan berliku, dan terutama saya merasakan betapa sulitnya untuk setia dalam menggaungkan kata "maranatha" dengan sepenuh jiwa.

Mungkin pertama kali saya mengenal meditasi dari acara retret di Civita pada waktu saya masih di Sekolah Dasar. Pengalaman meditasi selama bersekolah hanya terjadi di dalam retret-retret yang saya ikuti. Pada awal tahun 2000an, saya mulai mengenal meditasi Kitab Suci bersama teman-teman di Bumi Serpong Damai (BSD) dibimbing oleh Sr. Jeanne Hartono, OSU. Pertama kali mengenal metode meditasi Kitab Suci yang kemudian saya ketahui disebut juga sebagai Lectio Divina, ada kebingungan karena meditasi bagi saya adalah identik dengan keheningan seperti yang saya kenal di acara retret waktu sekolah dulu. Tetapi ternyata meditasi ini sangat banyak membantu saya dalam mengenali diri saya sendiri. Sejak tahun 2006 saya mulai menulis Blog Journey to His Words. Tahun 2010 Sr. Ignatio, OSU menggantikan Sr. Jeanne dalam membimbing kami. Kemudian, bersama beliau kami belajar mengenal metode Meditasi Kristiani. Perjalanan untuk sungguh-sungguh masuk ke dalam keheningan doa ini cukup berat, dan terkadang saya gambarkan dalam tulisan di blog seperti ketika saya menulis "Doa dan KehadiranNya."

Melalui Program Pengajaran 6 Minggu Meditasi Kristiani, saya mencoba untuk belajar melepaskan diri dari ego dan keinginan pribadiku. Walaupun menyadari bahwa Pusat Roda Doa adalah Tuhan, tapi saya harus melalui perjalanan berliku untuk tetap setia bermeditasi dengan mantra "Maranatha." Bersama dengan itu, saya belajar untuk mengenali jeruji-jeruji doa meditasi. Dalam pertemuan Sabtu kemarin, saya merasa sentilanNya untuk Percaya dan Setia. Seringkali cukup sulit untuk mengucapkan mantra Maranatha dan mengosongkan diri untuk memberi kesempatan bagiNya untuk datang.

Kalau pada awalnya saya masih mengalami kegelisahan dalam mengucapkan "Maranatha", maka justru ketika sekarang saya bekerja penuh sepanjang hari maka kata mantra ini sangat membantu saya untuk masuk ke dalam keheningan. Rupanya kelelahan fisik dan penuhnya pikiran justru terbantu dengan kesederhanaan kata  yang bermakna "Datanglah Tuhan" ini. Saya masih terus belajar untuk mengucapkan "Maranatha" dari hati, bukan dari pikiran yang cenderung untuk menganalogikannya dengan kebutuhan saya pada saat itu, melainkan sungguh-sungguh mengosongkan diri untuk menerima kehadiranNya.




Monday, March 4, 2013

Kematian itu Seperti Pencuri Diwaktu Malam


KEMATIAN ITU SEPERTI PENCURI DIWAKTU MALAM
Mengenang Bp. Ignatius Susanto (Meditator BSD)

Pada tgl 26 Februari  kira jam 11 pagi saya mendapat telepon dari ibu Anna (Kepala Sekolah TK St. Antonius Padua). Dikabarkan bahwa ayah Daniel yaitu Bp. Ignatius Susanto meninggal pagi itu.
Berita ini yang sangat mengejutkan hati saya dan bahkan seperti disambar petir rasanya. Seluruh paroki yang mengenal Bp. Ignatius Susanto terkejut, terlebih para teman Meditator. Dia orang yang tak pernah bermasalah dengan sakit, terlihat kokoh kuat, bersemangat, menggebu-gebu, pantang mundur dalam perjuangan. Dia juga sangat intens mengikuti Meditasi Kristiani dan bahkan seorang pendamping kelompok yang mempunyai dedikasi yang tinggi, dan terus-menerus punya cita-cita dan usaha untuk mengembangkan kelompok.
Kami semua para Meditator sangat kehilangan dan mengapa begitu cepat ia pergi.

Tetapi sebagai orang beriman kita semua diingatkan kata-kata Santo Paulus yang berbunyi; “ Bagiku hidup adalah  Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Flp 1 : 21). Teman Meditator kita ini dalam pengalaman doanya, membawa dia sangat dekat dengan Kristus dan mengedepankan  Kristus sebagai andalan dia. Kita semua percaya bahwa Bp. Ignatius Susanto kini sudah tinggal bersama Dia yang diimani dan dicintai. Sesudah menunaikan tugasnya di dunia ini selalu bersama dengan Kristus, mati bersama dengan Kristus dan hidup sesudah hidup ini juga bersama dengan Kristus yang selama ini dicari serta dirindukannya.
Kerinduan Bapak Santo sudah terjawab oleh Tuhan, ia boleh tinggal bersama Tuhan untuk selama-lamanya dengan bahagia. Kita percaya saat ini teman kita ini pasti sudah bersama dengan Malaikat di Surga. Lagu Bersama Malaikat di Surga ini selalu dikidungkan ketika ia masih di dunia  dan dia senang sekali mengajak para Meditator yang lain untuk menyanyikan lagu itu. Saya sendiri masih terngiang ketika berdoa didekat petinya dan sampai sekarang ini, maka baiklah saya kutip lagu itu agar yang membaca ikut melambungkan lagu ini :


Bersama malaikat di Surga,
Nyanyikan  kidung pujian
Bermasmur bagi Mu muliakan nama Mu
Yesus aku memuji Mu
Tanganku kuangkat pada Mu
Masuk dalam hadirat Mu
Rasakan kasih Mu, ku jadi milik Mu
Yesus aku menyembah Mu
Hosanna, hosanna, aku memuji Mu
Alleluya, alleluia aku menyembah MU

Kalau kita mengenal secara dalam terhadap pribadi almarhum, penghayatan Imannya luar biasa dan dia juga melakukan apa yang di imani. Kita juga percaya Kristus yang mencintai secara luar biasa dalam karya penebusanNya, pasti almarhum sudah berbahagia bersama malaikat di surga.
Maka dengan iman dan kepercayaan, kami melepas, merelakan kepergian Bp. Ignatius Susanto, dan tak akan pernah protes terhadap Tuhan Sang Pencipta. Kami bersama dengan Meditator seluruh dunia dan secara khusus seluruh Indonesia mengucapkan “Selamat Jalan dan jadilah pendoa bagi kami”.  Kami percaya saat ini engkau lebih hidup dan lebih bisa menolong kami.

Pengalaman kepergian Bp. Santo yang begitu cepat meninggalkan kami teman-teman Meditator sangat menyadarkan kami untuk berjaga dan berdoa, mengisi hidup ini dengan hal-hal yang bermakna; cinta yang hidup kepada Tuhan dan sesama.
Bila kematian itu akibat dosa manusia, orang yang beriman dan mencintai Kristus akan dihidupkan kembali oleh iman dan cintanya. Persekutuan dengan Kristus membuat kita orang berdosa ini diberi hidup kembali. Maka dalam praktik meditasi, kita hanya ingin bersekutu dengan Kristus, mencintai Kristus dan tinggal bersama dengan Kristus. Kristus memberikan kesempatan dan tempat tapi kita harus berani dan mau terus-menerus melepaskan ikatan-ikatan yang membelenggu hidup kita. Lepaskan kelekatan-kelekatan manusia lama, egoisme yang selalu mencari kepentingan diri sendiri yang menghambat perjalanan menuju Tuhan.

Dalam menanggapi judul diatas, bahwa kematian itu seperti pencuri diwaktu malam, kita semua yang kecil maupun yang besar, yang muda maupun yang tua harus siap berangkat. Orang Sunda mengatakan:Sing caricing pageh kancing, sing saringset pageuh iket“ yang artinya terus menerus siap siaga; dengan cara berdoa, berbela rasa, beramal kasih, mengampuni, menyelamatkan, dan  beranikan dirimu untuk mengambil bagian hidup Illahi yang tanpa akhir.
Kematian Kristus dikayu salib telah membebaskan manusia dari rasa takut kematian, karena Kristus memberikan kehidupan baru bersamaNya di surga. Yang penting dengarkan sabdaNya, lakukan perintahnya dengan penuh iman dan cinta, wujudkan disaudara-saudari yang sangat membutuhkan, tersisih dan tertindas, termiskin dan terlantar.
Terimakasih Tuhan atas cintaMu yang Engkau berikan lewat kehadiran Pak Ignatius Susanto di Komunitas Meditasi Kristiani, meskipun waktunya terlalu singkat bagi kami. Terima kasih untuk pelayananmu dan pengorbanan bagi kelompok Meditasi di BSD.
  
Akhirnya kami para Meditator BSD mengucapkan beribu terimakasih kepada para Meditator Pusat, kepada Ibu Kindawati selaku pimpinan Pusat Meditasi Kristiani dan Bp. Andreas atas perhatian, cinta,  kehadiran dalam Misa Arwah saudara kami Ignatios Susanto tgl 26 Februari 2013 malam, juga karangan bunga yang indah yang menguatkan dan memberi penghiburan bagi keluarga.
Kami juga bersyukur kepada Romo Lukas Sulaiman, OSC dan Romo Yayah, OSC yang telah berkenan mempersembahkan Misa bagi Almarhum Ignatius Susanto.

Salam kasih dari:  dari Sr. Ignatio, OSU  dan para Meditator BSD