
Sebaliknya ketika kita dalam keadaan rileks,
maka aktivitas otak pun menjadi lebih tenang, bisa menjadi lebih fokus serta
mendapatkan mood yang baik. Kira-kira keadaan pikiran yang tenang dan
rileks seperti ini yang harus dikondisikan pada saat kita bermeditasi, caranya
tentu bermacam-macam, termasuk yang dikembangkan oleh berbagai kelompok
meditasi dengan berbagai latar belakang.
Aktivitas dan Gelombang Otak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerja
otak melibatkan jutaan bahkan miliaran neuron (sel syaraf) di dalam otak
manusia yang saling berinteraksi secara kimiawi maupun elektris, sehingga secara keseluruhan otak memancarkan
gelombang yang frekuensinya berbanding lurus dengan aktivitas otak. Frekuensi
gelombang otak dapat dideteksi dan diukur dengan alat Electroencephalograph
atau EEG. Merujuk literatur-literatur di antaranya dari internet
//www.neurotheraphy.asia/ dan //hypnosis45.com/gelombang_otak.htm, ada empat
kategori aktivitas otak ditinjau dari sudut frekuensinya yaitu:
·
Beta (14 –
100 Hz). Dalam
frekuensi ini otak dalam kondisi sadar
penuh dan didominasi oleh logika. Inilah kondisi normal yang dialami
sehari-hari ketika sedang terjaga (tidak tidur). Orang berada pada frekuensi
ini ketika tengah bekerja, berkonsentrasi, berbicara, dan berpikir tentang
masalah yang kita hadapi. Frekuensi yang tinggi ini
merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinefrin yang dapat
menyebabkan rasa cemas, khawatir, prasangka, marah, stres, dan memudahkan
datangnya penyakit.
·
Alpha (8 –
13.9 Hz). Ketika
otak berada dalam getaran frekuensi ini, orang akan merasa khusyu’, relaks,
meditatif, nyaman dan ikhlas, tenang, dan bahagia. Namun dalam frekuensi ini
muncul kemampuan menyerap informasi dengan cepat.
·
Theta (4 –
7.9 Hz). Dalam
frekuensi yang rendah ini, seseorang akan berada pada kondisi sangat khusyu’,
keheningan yang mendalam, kreatif, inspiratif,
intuisi muncul, deep-meditation, dan “mampu mendengar” nurani bawah
sadar. Inilah kondisi yang mungkin diraih oleh para ulama, biksu dan juga para meditator ketika mereka melantunkan
doa ditengah keheningan malam pada Sang Ilahi.
·
Delta (0,1 –
3,9 Hz). Frekuensi
terendah ini terdeteksi ketika orang tengah tertidur pulas tanpa mimpi. Dalam
frekuensi ini otak memproduksi human growth hormone yang baik bagi
kesehatan. Bila seseorang tidur dalam frekuensi delta yang stabil, kualitas
tidurnya sangat tinggi, meski hanya sebentar, ia akan bangun dengan tubuh tetap
merasa segar. Nurani bawah sadar – kolektif dan
menyatukan – harmonis (pribadi yang utuh)
Antara Metode dan Tujuan
Beberapa komunitas spiritual ataupun
kelompok-kelompok meditasi dari berbagai belahan dunia telah mengembangkan
metode-metode untuk dapat mencapai kondisi gelombang otak pada frekuensi Alpha
dan frekuensi Theta. Banyak metode canggih, ada yang klasik menganut tradisi
ketimuran, ada pula yang instan menerapkan ilmu pengetahuan kontemporer, telah
dikembangkan oleh para meditator untuk mencapai kondisi tersebut. Bahkan,
definisi dan tingkat pencapaian meditasi dikaitkan langsung dengan kemampuan
mencapai kondisi frekuensi gelombang otak ini, sehingga ada kelompok meditasi
yang mempunyai sistem pemeringkatan mulai dari tingkat pemula sampai tingkat
master.
Yang menarik ada kelompok meditasi sekular di
Barat menyatakan bahwa frekuensi Theta
adalah frekuensi yang ber-Daya Ilahi di alam semesta, sehingga dengan
bermeditasi sambil mengucapkan suatu 'affirmasi' yang diinginkan, akan melempar
'affirmasi' tersebut ke alam semesta dan cepat atau lambat, alam semesta akan
merespon dan mendukung terkabulnya 'affirmasi' tersebut. Demikian pula ada
program meditasi untuk tujuan-tujuan praktis seperti misalnya penyembuhan,
pengembangan kepribadian, kepemimpinan,
peningkatan performance bagi para profesional dan sebagainya yang
mensyaratkan bermeditasi sampai gelombang Theta dan hasilnya cukup membuat kita
terkagum-kagum ketika mendengar 'success
story' mereka.
Hening itu Hening
Akan tetapi dalam rekoleksi Meditasi
Kristiani Paroki St. Monika Serpong pada Bulan Juli 2013 yang lalu, Suster Pia
dari Ursulin sebagai narasumber mengatakan bahwa semua praktisi Meditasi
Kristiani adalah 'beginner'. Benar juga, karena ketika bermeditasi, kita
'masuk' ke dalam hadirat kekuatan Sang Maha Kudus yang super dahsyat sehingga tidak mungkin kita merasa menjadi
master, justru yang muncul adalah perasaan bersyukur dari seorang hamba yang
tak berguna.
Keheningan
memang penting, tetapi itu bukan tujuan meditasi melainkan hanya sarana
mencapai kedekatan dengan Allah Tritunggal. Tidaklah menjadi soal, pada
frekuensi mana gelombang otak kita telah dapat dikondisikan sewaktu meditasi.
Ada sesuatu hal yang jauh lebih penting, yaitu ketika kita dapat menemu-kenali
Roh Allah dalam hati kita serta merasakan kelembutan energi cinta kasih
sejati yang merasuk ke dalam jiwa
kita. Ibarat berkomunikasi dengan
gelombang radio, tidak perlu terlalu dipermasalahkan pada frekuensi berapa kita
gunakan, tetapi bobot dan isi komunikasinya itulah yang lebih penting.
Meskipun demikian berlatih mengalami keheningan, dengan bersetia mendaraskan 'MA-RA-NA-THA' tetaplah secara disiplin kita jalankan
setiap hari, pagi dan malam hari. Seperti sabda Yesus : “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam
kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat
tersembunyi” (Matius 6:6), jelas menunjukkan arti pentingnya keheningan
sebagai suatu proses pencarian spiritual. Patut kiranya kita menyimak tulisan
Suster Veronika Ari Harjanti FMM dalam bukunya berjudul ”Kuntum-kuntum
Keheningan Mengalami Kehadiran Allah yang Tersembunyi dalam Aneka Rona
Kehidupan”,
Hening itu...
sederhana...
biasa saja dan
istimewa...
Hening itu...
apa adanya...
tanpa menuntut...
Hening itu...
jujur...
dan mendengarkan
Hening itu...
sukacita...
dan berbagi
Hening itu...
hening...
Eddi Nugroho
Meditator MK Serpong