Banyak orang Katolik, ketika ditanya tentang meditasi, akan menggelengkan
kepala pertanda tidak tahu, atau mengatakan bahwa meditasi hanyalah kegiatan
para biarawan di balik tembok biara. Yang paling parah bahkan mengira bahwa
meditasi adalah suatu ritual milik agama lain sehingga kegiatan bermeditasi
termasuk kegiatan yang menyimpang dari ajaran Gereja. Padahal Gereja Katolik sangat
kaya akan tradisi berupa ritual dan doa-doa yang sangat luar biasa termasuk di
antaranya adalah meditasi.
Kesan pertama ketika melihat orang bermeditasi adalah duduk diam seperti
patung, entah apa yang ada dalam pikiran orang tersebut, terlihat sangat
membosankan. Padahal, kalau kita
menyimak Injil, Tuhan Yesus diceritakan sering kali pergi menyendiri ke tempat
sunyi (baca Matius 14:13 atau Markus 5:16), pastilah ada maksudnya hal ini
diceritakan dalam Injil, dan ada sebuah kutipan yang mestinya menjadi rujukan
bagi orang Kristen untuk berdoa yaitu dari Matius 6:6 “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu
dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang
melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”
Sebuah Doa Hati
Salah satu cara berkomunikasi dengan Tuhan diwujudkan dalam bentuk ‘doa’. Ada
bermacam-macam cara berdoa, menurut Pastor Siriakus Maria Ndolu, OCarm dalam
bukunya “Meditasi Kristiani Jalan Sederhana Menjumpai Allah” bahwa pada
prinsipnya ada tiga cara berdoa yaitu berbicara, mendengarkan dan tinggal
bersama. Berbicara dengan kata-kata adalah suatu cara berdoa yang
paling umum, untuk meminta sesuatu atau memuji dan mengucap syukur kepada
Tuhan. Akan tetapi, apabila Dia sudah bersemayam di dalam hati kita, seperti
kata Santo Paulus: “Kristus ada di dalam
dirimu” (Kol 1:27), tentulah berdoa pribadi dengan kata-kata yang panjang
lebar menjadi kurang berarti karena Dia sudah mengetahui segala sesuatunya.
Yang perlu kita lakukan adalah duduk diam dalam keheningan menyadari dan “merasakan
kehadiranNya”.
Dalam persatuan roh itulah terjadi interaksi yang mengatasi segala kendala
berbahasa, karena itulah menjadi doa tanpa kata. Kita dapat duduk diam secara
rileks dengan punggung tegak, dan agar keheningan dapat tercapai, kita
memusatkan secara mendalam/konsentrasi pada kata doa singkat atau disebut mantera yang menghantar kepada Allah
dengan mendaraskannya di dalam hati secara berulang-ulang. Seorang rahib
Benediktin, John Main OSB, mengusulkan kata “MA-RA-NA-THA” sebagai mantera yang artinya
“Tuhan Yesus datanglah” seperti yang tercantum dalam Surat Rasul Paulus kepada
Umat di Korintus (1 Kor 16:22).
Sebagai pusat adalah Allah sendiri, namun tidak perlu dan tidak mungkin membayangkan
Allah, termasuk mengimajinasikan pribadi Allah dalam konteks apapun, bahkan
ketika mengucapkan mantera pun tanpa perlu memikirkan artinya lagi. Semua
mengalir menembus ruang-waktu, tanpa berharap sesuatu yang akan terjadi dan
tanpa berimajinasi. Memang pikiran tidak mungkin dikosongkan karena sewaktu
bermeditasi kita dalam kondisi sadar sepenuhnya, maka ketika muncul pelanturan
pikiran, kita kembali mendaraskan mantera tersebut. Demikianlah Meditasi
Kristiani sederhana saja, kita dianjurkan berlatih meditasi 2 kali sehari, pagi
dan malam hari masing-masing selama 20 – 30 menit. Dengan cara seperti ini
memungkinkan orang awam yang sibuk bekerja masih bisa mempraktekkan meditasi
dalam kehidupan sehari-hari.
Sangat disayangkan apabila kekayaan spiritual seperti ini kurang dikenal
oleh umat Katolik. Hampir semua agama memiliki cara dan metode tersendiri untuk
bermeditasi, demikian pula dalam biara-biara di lingkungan Gereja Katolik
memiliki banyak tradisi ritual bermeditasi. Lectio Divina misalnya, kalau
boleh diambil sebagai contoh, yaitu dengan mempraktekkan suatu perenungan yang
mendalam pada bacaan Kitab Suci.
Sebelum menjadi pastor, sekitar tahun 1953 John Main bekerja di Departemen
Luar Negeri Inggris dan ditugaskan di Kuala Lumpur, Malaysia, di mana dia
berkenalan dengan seorang guru Hindu bernama Swami Satyananda. John Main
berkesempatan mendalami praktek meditasi guru Hindu tersebut. Setelah masuk
biara, John Main membandingkan praktek yang hampir sama dilakukan oleh para
Bapa Padang Gurun pada abad-abad awal ke-Kristenan terutama melalui tulisan seorang pertapa
bernama Johanes Kasianus dalam buku Institutes dan Conferences. Kemudian
John Main menuliskan buku yang sangat terkenal menjadi acuan dalam bermeditasi
“Word into Silence, A Manual for
Christian Meditation” yang berisi langkah-langkah belajar meditasi.
Pembelajaran meditasi inipun keluar menembus dinding biara dan mudah
dilaksanakan oleh siapapun karena praktis dan sederhana, sehingga kemudian terbentuklah
kelompok-kelompok Meditasi Kristiani. Bahkan setelah Pastor John Main OSB
meninggal pada tahun 1982, beberapa tahun kemudian berdirilah World Community for Christian Meditation
(Komunitas Global Meditasi Kristiani) yang merupakan jaringan kelompok Meditasi
Kristiani seluruh dunia yang memiliki website http://www.wccm.org/, sedangkan
untuk Indonesia telah berdiri Pusat
Meditasi Kristiani Indonesia yang beralamat di RS Atma Jaya Jakarta (http://www.meditasikristiani.com/).
Di lingkungan Paroki Santa Monika Serpong, kelompok Meditasi Kristiani telah
berdiri sejak 3 tahun lalu, melakukan latihan tiap hari Selasa, Jumat dan Sabtu
.
Eddi Nugroho
I got the new the king casino no deposit bonus【Malaysia】
ReplyDelete【 William】pinterest ventureberg.com/ in 2021, casino-roll.com the https://jancasino.com/review/merit-casino/ king casino no 출장마사지 deposit bonus,【WG98.vip】⚡,taylorlancer,taylorlancer,golfking. communitykhabar